Diduga KPU Sumut Tidak Transparan Dan Merasa Dari Konstituen Dewan Pers!!

Diduga KPU Sumut Tdak Transparan Dan Merasa Diri Konstituen Dewan Pers !!

MEDAN (Sumut) – publik Nusantara.id

Sungguh sangat Ironis, dengan beralasan harus UKW, Terverifikasi Dewan Pers dan Tetapkan Batas Waktu Pendaftaran Media, KPU Sumut Diduga Mendiskriminasi serta membatasi Jumlah Wartawan Peliputan Berita dan Kangkangi UU Pers, Senin.(26/8/24)

Diskriminasi peliputan berita yang konon nota benenya disebut-sebut bertujuan untuk membredel Insan Pers, hingga kini masih terjadi mewarnai Dunia Jurnalistik di Sumatera Utara – Medan.

Padahal Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut sebelumnya telah melaksanakan penandatanganan kerja sama (MoU) jaminan Keterbukaan Informasi Kublik bersama Komisi Informasi Provinsi (KIP) Sumut di kantor KPU, pada Rabu 14 Agustus 2024, bersama Ketua KIP Sumut Abdul Haris Nasution serta para komisioner lainnya yakni M Syafii Sitorus, Edy Syahputra Sormin, Cut Alma Nurafla Dedy Ardiansyah.

Dengan kondisi seperti ini, menjadi contoh hampir terjadi di semua instansi Pemerintah maupun Swasta yang ada di Provinsi Sumatera Utara – Medan. Melampirkan Sertifikat UKW dan Terverifikasi Dewan Pers, dijadikan syarat utama yang harus dipenuhi Insan Pers untuk bisa bekerjasama dengan Instansi dimaksud.

“Kok bisa??, Apakah Lembaga/Badan Milik Pemerintah sekelas KPU Sumut Merupakan Konstituennya Dewan PERS atau diduga sudah ada kong kalikong sebelumnya, supaya bisa lebih membatasi wartawan di Sumut untuk liputan dan mendapatkan iklan??, Berapa anggaran DIPA-nya itu dan kemana saja dikucurkan selama berapa lama?!”, tegas Bung Joe salah satu wartawan yang dikenal paling anti terhadap pemerintahan yang korup di Provinsi Sumatera Utara.

Sehingga, seolah-olah persyaratan UKW dan Terverifikasi Dewan Pers, menjadi senjata ampuh, untuk menakut-nakuti Wartawan agar tidak bisa mendekat melakukan peliputan pemberitaan di Instansi dimaksud.

Seperti yang baru saja terjadi di KPU Provinsi Sumut, melalui Kepala Sub Bagian (Kasubbag)
Partisipasi Hubungan Masyarakat (Parhubmas) nya – Ibu RIRIN, disebut-sebut telah melakukan Diskriminasi terhadap Wartawan terkait Peliputan Pemberitaan Kegiatan KPU Provinsi Sumut, saat berlangsungnya acara terkait sosialisasi Pilkada 2024 di Gand Aston City Hall Ballroom, Jum’at (23/8) yang lalu,beberapa awak media termasuk wartawati dari media KPK SIGAP.COM yang ikut hadir meliput juga kecewa dengan kejadian yang menurutnya sangat tidak adil ini, padahal wartawati tersebut sudah lebih awal datang dilokasi mengikuti acara dan bahkan ikut dalam wawancara konfrensi Pers dengan Ketua KPU Sumut hingga selesai, tepatnya didepan ruangan pintu masuk lokasi hotel tempat kegiatan berlangsung, juga ikut menaikkan berita kegiatan tersebut, tapi merasa seperti tidak dianggap ada,” pungkas nya.kepada awak media lain . Dalam hal ini kehadiran mereka seperti dibeda bedakan/ pilih kasih dengan wartawan yang kata Bu Ririn sudah resmi terdaftar di KPU Sumut padahal wartawati KPK SIGAP.COM tersebut juga sudah melayangkan berkas lengkap ke kantor KPU Sumut, yang diterima oleh pak Noval petugas KPU Sumut juga. dan akhirnya sebagian wartawan/i cuma bisa melihat/menonton saja, ketika sebagian wartawan yang hadir antrian dibagi bagi uang transpot oleh panitia KPU Sumut yang di informasikan sebesar Rp.150.000/orang,tepatnya dilokasi ruang acara,dan sebagian lagi para wartawan/i yang disampaikan (Kasubag) Bu Ririn dan Pak Noval yang tidak terdaftar di buku tamu disuruh menjauh saja,,,tidak bisa dapat jatah uang transpot karena beda dengan yang sudah terdaftar namanya di KPU Sumut . Rasanya sangat miris karena wartawan/i lain yang juga meliput semua zonk dan sangat kecewa dengan pelayanan panitia KPU Sumut.

Informasi yang dihimpun dari kalangan para Wartawan yang bertugas di Medan, Instansi Pemerintah Pelaksana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tingkat Provinsi Sumut atau tingkat Gubernur ini, sebelumnya melayangkan selebaran persyaratan kepada Wartawan yang ingin bekerjasama dengan KPU Sumut via Medsos.

Dan barang siapa Insan Pers atau Wartawan yang memenuhi persyaratan dimaksud, akan diizinkan meliput kegiatan KPU Sumut yang ditandai dengan dan sesuai nomor urut saat memasuki tempat acara pelaksanaan kegiatan tersebut. Lalu, usai kegiatan, akan diberikan berupa uang pembinaan senilai Rp. 150.000,- hingga Rp. 250.000 per-Wartawan.

Selain itu, bagi para Wartawan yang telah sah dinyatakan bekerjasama (MoU) dengan KPU Sumut, juga akan diberikan kesempatan untuk memuat Iklan KPU Sumut di Media Wartawan masing-masing, yang akan dibayar senilai Rp. 2.500.000,- hingga Rp. 3.000.000,- per Iklan per Wartawan atau per Media (wow, perbandingan yang sangat jauh sekali bukan).

Sementara itu, bagi Wartawan yang tidak sempat atau terlambat memasukan berkas persyaratan, atau lewat batas dari batas waktu yang ditentukan, tidak akan bisa lagi menjalin kerjasama dengan KPU Sumut, serta tidak akan diberikan kesempatan untuk melakukan peliputan pemberitaan, apalagi untuk mendapatkan uang pembinaan dari KPU Sumut, alias gigit jari (ZONK). Begitu juga yang dialami daripada wartawan dari media KPK SIGAP.COM dalam kegiatan tersebut merasakan kekecewaan yang sangat besar atas tindakan KPU Sumut yang diduga pilih kasih.

Dalam Selebaran Persyaratan itu, selain Berkas Pendirian Perusahaan Pers, Susunan Redaksi, Kemenkumham, ID Card Pers, Surat Penugasan Wartawan, NPWP, serta lain sebagainya, KPU Sumut juga mencantumkan Sertifikat UKW dan Terverifikasi Dewan Pers yang disebut-sebut sebagai persyaratan utama.

Padahal, mengutip pemberitaan yang dilansir oleh Media Online dan Cetak BERITA INDO News (BIN), terbit Senin (15/7) yang lalu, jelas memberitakan, bahwa kedua persyaratan tersebut bukan menjadi ukuran bagi wartawan untuk melaksanakan tugas jurnalistik.

Sehingga berita ini naik ke meja redaksi, awak media menganggap bahwa Ketua KPU Sumut Agus Arifin saat didampingi para komisioner antara lain Robby Effendy Hutagalung, Sitori Mendrofa, Kotaris Banurea, Sekretaris Sapran Daulay serta Kabag Maruli Pasaribu dan Kasubag Ririn, yang pernah sebelumnya menegaskan bahwa KPU Sumut pada prinsipnya sangat mendukung keterbukaan informasi khususnya terkait tahapan pilkada yang tengah berjalan saat ini, namun terciderai oleh tindakan yang diskriminatif, pembatasan terhadap wartawan yang mau meliputi menuju Pilkada 2024, dan yang paling fatal adalah penganggaran DIPA untuk iklan para media yang tidak merata serta tidak masuk akal (memunculkan kesenjangan sosial bagi penggiat media), dan ini harus segera dilaporkan ke Komisioner KPU RI serta segera agar diambil tindakan tegas sebelum akan lebih parah lagi terjadi di kalangan para penggiat media Provinsi Sumatera Utara khususnya Kota Medan. (Tim/Eka)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *